Titik Terendah

 Segala macam bentuk tanya memenuhi fikiran dan hatiku. Apakah akan berbeda jika aku terlahir dengan diri yang lainnya? Apakah aku akan mampu bertahan jika aku adalah orang yang berbeda? Apakah aku akan tetap berada pada keyakinanku jika aku terlahir dengan keyakinan yang berbeda?

Saat ini aku berada pada titik dimana aku benci pada pikiranku, benci dengan hatiku dan benci dengan diriku sendiri. Aku seperti berada didalam sebuah ruangan yang indah tapi aku meras kosong. Rasanya benar-benar bingung dengan situasi ini. Setiap malam dadaku sesak dibarengi dengan air mata yang memaksa untuk keluar.

Aku merasa saat ini menjadi orang yang paling berdosa karena sempat berfikir untuk meninggalkan keyakinanku. Rasanya aku butuh tempat untuk bercerita tentang ragu yang kutemui disudut hatiku, tentang tubuhku yang hidup tapi seolah tak berjiwa. Aku butuh rumah, bukan rumah yang hanya sekedar indah tetapi penuh kehampaan, rumah yang kubuthkan adalah tempat yang menawarkan sejuta kehangatan.

Sekarang aku sadar tentang segala luka, sakit, kecewa bahkan percobaan mengakhiri hidup yang kemarin kuterima bukanlah titik terendah dalam hidup. Titik terendah yang sesungguhnya adalah saat ini, saat aku meragukan keyakinanku, saat aku menduakan tuhanku.