Beberapa bulan lalu aku mencoba mencintai orang lain, menerima dirinya untuk mencoba bahagia. Meskipun hal ini sama saja seperti mengundi nasib tapi tetap kucoba. Dia laki-laki yang baik, penuh dengan perhatian dan pengertian. Aku tak pernah sekalipun berniat untuk bermain-main dengannya. Karena jujur aku nyaman dengannya, tapi sayang lagi-lagi aku kembali menyakiti orang lain dengan sesuatu yang aku juga tidak tau kenapa aku bisa sampai dititik itu.
Puncaknya seminggu sebelum mengakhiri hubungan itu, aku benar-benar merasa memiliki emosi yang tidak stabil. Aku dengan teganya menjauh dari dia, aku bahkan tidak ingin bertemu dia, ngebalas chat dia, mengangkat telfonnya. You now why i did that?aku juga bingung, aku nggak tau. Melihat wajah dia, mendengar suaranya atau bahkan mendengar orang lain menyebut namanya saja aku sudah merasa nggak tenang, aku kayak pengen marah. But i do not why!
Hingga hari itu aku memutuskan untuk mengakhirinya, aku merasa sudah terlalu jahat seminggu itu padanya. Dia baik, sangat. Aku hanya takut jika terus berlanjut yang ada hubungan kami akan menjadi hububgan yang toxic, and than aku takut jika dia menganggapku hanya memanfaatkannya.
Terimakasih waktu singkatnya, maaf karena belum bisa membalas kebaikan kamu. Maaf karena pada akhirnya aku menjadi orang yang mematahkanmu. Dari hububgan ini aku belajar, bahwa mungkin sendiri adalah pilihan terbaik untukku agar tak ada lagi hati yang kupatahkan.
Komentar
Posting Komentar